Jumat, 27 Februari 2009

Ajaran Orang Miskin, Guru dan Majikanku

Melepas Lelah
Kesejukan udara Minggu pagi membuat Pak Iwan, pria 24 tahun masih terlelap dalam tidurnya. Layaknya kebanyakan orang, pada hari Minggu pria asal Turen, Malang itu banyak menghabiskan waktunya dengan santai dan tidur-tiduran. Namun beberapa sahabatnya tetap melangkahkan kaki dan pergi memulung. Becak tua yang terletak di bawah pohon Mahoni, menjadi tempat tidur yang empuk dan aman bagi Pak Iwan untuk membaringkan tubuhnya. Becak tua itu menjadi tempat untuk melepaskan segala rasa lelah dan penat yang meliliti raganya, karena terus bekerja keras beberapa waktu lalu. Memang tidur menjadi saat yang sangat penting bagi para pemulung, yang telah bekerja keras seharian. Dengan tidur mereka akan memulihkan tenaga mereka yang sempat terkuras. Dan tenaga baru itu mereka perlukan karena memang mereka harus bekerja lagi.

Rumah Impian Masa Depan
Bagi Pak Iwan, hidup memang merupakan perjuangan yang berat. Pak Iwan harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi isteri, Rini dan anaknya, Guntur. Istrinya, Rini yang berumur lebih kurang 20 tahun kerap mengamen di rumah-rumah dan perempatan jalan. Rini tidak pernah les musik atau latihan vokal, namun ia harus mengeluarkan suara emasnya di tengah keramaian demi mendapatkan sepeser uang. Dan hal itu ia harus lakukan untuk menambahkan penghasilan suaminya.
Pak Iwan tidak memiliki rumah, yang seharusnya menjadi tempat perlindungan yang aman baginya dan keluarganya. Ia bersama anak dan isterinya harus menikmati hari-hari hidup mereka di sebuah taman kecil di Oro-oro Dowo. Taman yang hanya ditumbuhi beberapa pohon besar, beratapkan langit, dan beralaskan bumi itu, menjadi rumah impian masa depan mereka. Tidak ada yang istimewa di taman itu, kecuali suara mobil yang lalu-lalang dan beberapa orang yang sedang bermain dan berekreasi.

Harapan Seorang Ayah
“Mudah-mudahan Ridho nanti nasibnya tidak susah seperti saya”, ungkap Pak Iwan yang sangat mengharapkan anaknya, yang memiliki nama lengkap Ridho Guntur Umbaran, nantinya berhasil. Setiap orang tua tentunya mengharapkan anaknya sukses atau berhasil. Apa saja orang tua lakukan atau perjuangkan demi keberhasilan anaknya, entah dengan menyekolahkannya setinggi mungkin atau dengan memberikan mutu sekolah yang baik kepada anak. Demikian juga Pak Iwan, ia kerap mengungkapkan keresahannya tentang masa depan anaknya. Pak Iwan tidak tahu harus bagaimana nanti jika Ridho sudah pada usia sekolah. Pak Iwan bingung bagaimana menyekolahkannya jika penghasilan pekerjaannya sehari hanya bisa untuk mengisi perut saja. Sekarang Ridho baru berumur satu tahun. Pak Iwan punya waktu beberapa tahun untuk bekerja keras mencari uang, namun waktu beberapa tahun itu tentunya tidak banyak merubah nasib Pak Iwan.

Cinta Mereka Ditentukan Oleh Masa
Pak Iwan bukan seorang kristiani, ia seorang muslim. Namun ia kerap menyanjung kehidupan orang-orang kristiani yang pernah ia lihat. “Orang kristen itu sangat baik. Mereka sering memberi makanan dan pakaian pada Hari Raya Natal. Tapi Natal sekali setahun … lama sekali menunggunya”, ungkap Pak Iwan mengenai orang kristen yang pernah ia jumpai. Pernyataan Pak Iwan boleh saja membuat orang-orang Kristen berbangga, namun pernyataan itu juga mengungkapkan betapa dangkalnya iman umat kristiani. Cinta dan kebaikan orang Kristiani ternyata dibatasi oleh hari dan masa tertentu, yakni pada masa Natal saja. Sungguh tidak dapat dibayangkan jika seandainya Tuhan itu baik pada masa atau hari tertentu saja atau Tuhan mengampuni dosa manusia hanya pada masa tobat saja. Semua orang tentunya tidak mengharapkan hal itu terjadi. Dan memang hal itu tidak akan terjadi, karena Allah itu adalah cinta. Cinta Allah tidak dibatasi oleh waktu dan zaman. Ia selalu menunjukkan cintanya pada manusia. Sudah menjadi tugas manusia untuk mencintai sesamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar