Jumat, 27 Februari 2009

Bila Cinta Memanggilmu



Pengantar
Hidup kita tidak akan lepas dari dosa. Dosa seperti suatu lingkaran yang terus berputar seiring perjalanan hidup kita. Kita tidak akan lepas dari dosa selama hidup di dunia. Bahkan seperti yang diungkapkan Romo Deshi Ramadhani, SJ bahwa manusia melakukan dosa itu biasa. Manusia tidak malu lagi terhadap dosa-dosa yang dilakukannya (Hidup. No.09. Tahun ke-61. 4 Maret 2007). Jadi, dosa akan menjadi kemelut dan pergolakan manusia secara terus-menerus. Dosa itu juga dapat berkembang seiring perjalanan hidup kita. Dari semuanya itu, kita dapat menyimpulkan bahwa dosa merupakan bagian hidup kita.
Cinta Allah kepada manusia tidak akan pernah pudar. Ia ingin manusia tetap setia dan tidak lepas dari rangkulan cinta-Nya. Ia selalu menyatakan kasih-Nya kepada manusia. Meskipun manusia tidak setia pada-Nya, ia tidak pernah melupakan manusia. Ia ingin semua manusia memperoleh keselamatan. Kesadaran akan kasih Allah yang begitu besar itulah yang pertama-tama membuat kita berani datang kepada-Nya dengan penyesalan yang mendalam dan rela menyerahkan seluruh hidup kita kepada-Nya.
Sapaan Allah dalam hidup hendaknya kita sikapi dengan hati terbuka. Keterbukaan hati inilah yang akan membuat kita semakin bisa merasakan kasih dalam setiap pengalaman hidup kita. Kasih Allah senantiasa mengundang kita untuk tinggal dalam naungan Allah. Hal ini berarti bahwa kita diundang Allah untuk kembali kepada-Nya dan meninggalkan cara hidup yang lama.

Sebuah Pengalaman Cinta
Untuk sedikit memberikan ilustrasi pada penulisan saya ini, saya mengangkatnya dari sebuah pengalaman pribadi, di mana saya dapat merasakan kasih Tuhan yang begitu besar dalam hidup saya. pengalamannya sebenar cukup sederhana namun telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam perjalanan hidup saya. waktu itu saya masih kelas 3 SD. Biasanya ketika liburan, saya membantu ibu menjajakan roti dan sayur-sayuran ke sebuah tempat yang bernama Muran. Muran adalah nama sebuah tempat di mana di situ terdapat banyak PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin). Perjalanan ke sana cukup jauh, memakan waktu lebih kurang dua jam dengan berjalan kaki dan harus melewati hutan lebat. Suatu hari di tengah perjalan ke Muran, saya dan ibu dihadang oleh kawanan semadak[1] yang memenuhi jalan sampai kira-kira lima meter panjangnya. Kecemasan dan ketakutan pun mulai memenuhi perasaan saya. namun ibu yang membawa sebuah jarai[2] berisikan sayur-sayuran, langsung menggendong saya dan berlari kencang untuk menghindari gigitan semadak-semadak tersebut. Rasa cemas dan takut yang semula memenuhi perasaan saya, kini berubah menjadi sukacita. Saya merasa aman dalam gendongan ibu saya. saya merasa senang karena bisa melewati semadak-semadak itu. Saya pun merasa bersemangat untuk meneruskan perjalanan.



Allah Menyapa: Sebuah Undangan
Kehadiran Allah saya rasakan tampak dalam diri ibu saya, yang tidak membiarkan saya sendirian dalam menghadapi masalah itu. Ia menggendong saya dan membiarkan saya aman dalam dekapannya. Ibu menggendong saya tanpa menunggu saya memintanya. Hal ini melukiskan bahwa Allah selalu bermurahhati memberikan pertolongan. Kasih Allah membuat saya merasa damai tinggal di dalam-Nya. Ia tidak membiarkan saya berjalan sendirian. Allah tidak membiarkan saya binasa karena dosa. Ia selalu menyapa dan memanggil saya untuk kembali kepada-Nya. Ia tidak pernah menutup hatinya pada orang yang ingin bertobat.

Dosa dan Semut: Berkembang
Bila kita melihat realitas semadak, kita pasti akan mengatakan bahwa semadak adalah jenis semut yang bertubuh kecil. Semadak kerap tidak mendapat perhatian kita. Semadak adalah binatang yang sering kita abaikan layaknya semut-semut yang lain. Jika kita melihat seekor semadak di jalan, tentu saja kita tidak akan menghiraukannya.
Tanpa kita sadari, kita kerap juga mengabaikan dosa. Dosa-dosa yang kita lakukan biasanya berawal dari dosa-dosa kecil, layaknya seekor semadak yang kerap kira sepelakan. Kita kerap tidak mengindahkan dosa-dosa kecil itu, sehingga akhirnya menjadi tumpukan dosa yang telah mendarah-daging dalam diri kita. Tumpukan dosa itu seperti kumpulan besar semadak yang siap menghadang dan menghentikan perjalanan hidup kita menuju Allah. Kumpulan dosa atau dosa yang mendaging itu akhirnya menguasai kita, sehingga kita sulit lepas dari padanya.
Jadi, dosa itu tidak serta-merta langsung menjadi besar, namun berawal dosa kecil yang kerap tidak kita hiraukan. Mengapa kita kerap menghiraukannya? Karena kita kerap menyepelekan dosa-dosa itu, sehingga akhirnya menjadi berkembang dan bagian hidup kita. Apabila dosa itu telah menjadi bagian hidup kita, kita tidak akan menyadari lagi bahwa kita telah berdosa.

Keterbukaan hati
Kesadaran akan kasih Allah tidak akan pernah dapat terwujud bila kita tidak mengalami kasih itu sendiri. Kita akan benar-benar mengalami kasih Allah itu secara mendalam, bila kita mengalami sendiri kasih itu dalam pengalaman hidup kita. Dengan membuka diri terhadap kehadiran Allah, kita akan melihat dan merasakan cinta Allah yang begitu besar dalam perjalanan hidup kita. Keterbukaan ini berarti bahwa kita menerima kehadiran Allah yang mengundang kita untuk hidup dalam cinta-Nya. Hati yang terbuka merupakan tanggapan dan kesediaan kita untuk memenuhi kerinduan hidup dalam rahmat Allah. Bila kita mau membuka hati akan kehadiran Tuhan, kita pasti akan merasakan cinta Allah dalam setiap pengalaman hidup kita. Sebab keterbukaan hati ini akan menghantar kita pada sebuah relasi yang mesra dengan Allah. Relasi yang erat dengan Allah akan membuat hidup kita selalu berada dalam naungan kasih-Nya. Pengalaman manusia merasakan cinta Allah secara personal dalam kehidupan konkritnya, akan menjadi sangat penting bagi kita dalam proses pertobatan atau perdamaian kembali dengan Allah.

Cinta Allah Mengantar Pada Pertobatan Sejati
Kita semua mempunyai pengalaman perjumpaan dengan Allah yang berbeda-beda, di mana kita dapat merasakan bahwa Allah itu sungguh mancintai kita. Hanya saja kita kerap buta akan pengalaman-pengalaman itu, karena dosa yang seringkali mengelabuhi mata dan hati kita. Karena cinta-Nya yang besar, Allah tidak penah membiarkan kita berjalan sendirian dalam pergolakan hidup kita. Dia tetaplah Allah yang peduli dan akan selalu menyertai kita, seperti yang disabdakan-Nya dalam Yesaya 46:4: “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia, dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu”. Allah akan sesalu memberikan rahmat pertolongan-Nya dalam setiap kesesakan hidup kita.
Merasakan cinta Allah yang begitu besar dalam setiap pegalaman dan dalam hidup kita, akan membawa kita pada penyadaran akan betapa kecilnya kita di hadapan-Nya. Kita adalah manusia lemah yang kerap meninggalkan Allah. Kesadaran ini akan membuat kita semakin mampu untuk menyikapi sapaan Allah dengan mengakui, menghayati, dan menerima bahwa Allah telah berpaling kepada kita orang yang berdosa, penuh kerahiman. Dan pada akhirnya pengalaman sapaan cinta Allah inilah yang membawa kita kembali kepada-Nya. Jamahan cinta Allah menghantar kita pada sebuah perubahan hidup atau pada pertobatan yang sejati. Artinya bahwa perobatan itu sungguh didasarkan pada cinta Allah yang begitu besar kepada manusia, bukan karena alasan lain, seperti rasa takut terhadap hukuman dari Allah. Dalam suratnya kepada Louis Abelly, Vikaris Jenderal Bayonne berkaitan dengan masalah anggota komunitas religius yang bertindak seenaknya, Santo Vinsensius mengungkapkan: “Tetapi dengan cara ini (melalui hukuman) tidak ada seorang pun yang sungguh bertobat” (SV II, 2-6). Jadi kita akan sungguh-sungguh bertobat, bila kita menyadari bahwa Allah sungguh mencintai kita dan percaya bahwa Allah juga akan mengampuni segala dosa-dosa kita. Pertobatan sejati itu tidak keluar dari rasa takut akan sebuah hukuman, tetapi pertobatan itu keluar dari hati dengan penyesalan yang mendalam dan dengan kerinduan untuk berdamai kembali dengan Allah. Sebab dengan hati yang remuk redam atau penyesalan yang mendalam, kita dapat menyadari kelemahan dan kedosaan kita.

Penutup
Cinta Allah kepada kita sungguh tidak akan pudar, meskipun kita kerap meninggalkan-Nya. Pengalaman dijamah atau dicintai Allah hendak kita sadari sungguh-sungguh dalam kehidupan konkrit kita. Sebab pengalaman dicintai Allah merupakan pengalaman di mana kita diajak kembali mempererat relasi kita dengan-Nya. Lewat pengalaman ini, Allah mengundang kita untuk terus memperbaharui diri dan membiarkan hidup kita berada dalam dekapan-Nya. Pengalaman kasih yang kita alami, tentunya membawa kita kepada-Nya.

Daftar Pustaka

Alkitab. 1997. Jakarta: LAI

Ponticelli, S., CM. 2007. Dalam Bimbingan St, Vinsensius I. Malang: Dioma
Sarwanto
[1] Dalam Dayak Seberuang, semadak: jenis semut berwarna hitam yang gigitannya sangat sakit dan disertai rasa gatal.
[2] Sebuah alat yang terbuat dari rotan, digunakan orang Dayak untuk mengangkut barang-barang jika bepergian seperti ke ladang, berburu, dan lain-lalin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar